Ulah Nakal Buatku Sial
Ini kisahku ketika Sekolah Dasar, disaat aku tak mengerti apa-apa yang tepatnya kelas 5 SD. Diawal cerita ini adalah disaatku mengamati hal didepan mataku, dimana aku melihat seorang teman sekelasku suka melecehkan teman wanita. Entahlah risih dan kurang suka jika aku melihatnya, apalagi aku sejujurnya pernah jadi korban kejailan mereka. Dan entah takdir apa yang memaksaku untuk sekelas dengan mereka selama 5 tahun, sungguh suatu kemuakkan sendiri dalam hati.
Disuatu pagi aku berangkat sekolah seperti biasa yaitu menuju SDN Maguan 01/02 Ngajum, Kepanjen Malang. Ya itulah nama sekolahku dimana saat itu aku menikmati perjalanan menuju kesana dengan jalan bersama dengan teman-teman, jalan yang kupijak tak semudah dan senyaman sekarang . Dimana aku jalan harus melepas sepatuku dan berjalan dipinggir sawah. Namun itu kujalani dengan senang hati hingga tak kusadari jikaku berjalan sudah sampai didepan gerbang sekolahku, dan aku masuk kedalamnya dengan santai dan berjalan menuju ke kelasku yaitu kelas 5 A. Pagi pagi ku dihadapkan dengan guru yang baik yaitu guru Pkn, karena saat itu aku termasuk murid yang pintar karena selalu masuk 5 besar dikelas parallel. Pelajaran berjalan baik dan normal sampai jam istirahat berbunyi, disaat inilah peristiwa yang tidak mengenakkan terjadi dimana selepas aku pergi dari kantin dan kembali kekelas. Saat inilah aku melihat teman ku dilecehkan dengan serentak aku teriak “ hei Fin, ra isin? Napo jawamu bukak bukak rok.e Fitra? “, sedangkan Fitra tidak sadar jika sedari tadi dia diintip oleh Alfin dan dia langsung kaget dan memukul Alfin dengan kotak pensil yang ada dibawah mejanya. “Plaaaggg . . ., kapok awakmu . . rasaknoo. .” , teriakan Fitra seakan memecahkan suasana kelas saat itu. Ya terdengar berlebihan mungkin, namun Alfin memang jika bercanda sudah kelewat batas, apalagi temannya yang satunya lagi yaitu Agung. Aku sangat tidak suka dengannya, mentang mentang anak ketua RT dia selaku seenaknya. Biasanya teman teman memanggilnya Baygon karena dia seperti obat nyamuk Baygon yang baunya tidak enak dan membuat orang menutup hidung. Sungguh sebal jika aku bertemu dengannya.
Kali ini mereka termaafkan, karena seribu alasan mereka di depan guru. Dan itu semua membuatku makin eneg dengan mereka. Entah rasa apa dalam hati ini, ada jijik benci dan dendam. Akankah kejailan mereka terus ada tanpa ada yang memberhentikannya?, setidaknya itulah pertanyaan hati yang belum bisa aku jawab. Aku menginginkan mereka tersadar atas tingkah mereka yang kurang wajar. Sampai pada suatu hari, tepatnya hari Jum’at dan hari inilah yang akanku ingat selamanya. Pagi jam 07.00 aku telah datang ke sekolah, suasana hari itu sangat membuatku baik. Dengan pagi yang diawali kegiatan rutin senam pagi disekolah dan diujung jam sekolah tepatnya waktu jam terakhir yaitu jam 12.00 kejadian yang tak pernah kulupa terjadi.
Saat aku sedang belajar dibangkuku dan saat itu aku sebangku dengan teman laki laki yang bernama Doni. Sejenak kemudian pensilku patah dan aku kebelakang untuk mengorot pensilku, dan saat itu jam kosong. Ketika itu entah mataku ini tertuju pada hal yang sama dengan kemarin yaitu ulah Alfin dan Agung yang mengintip rok temanku Fitra. Dengan nada marah tertahan aku teriak “ hey le . . . ra nduwe isin. Wong ra nggenah, arek ra tau diajari karo mbogmu.a??”, dan seketika aku kalap. Dan mereka mendatangiku dengan berkata “ jawamu napo? Iku dug urusanmu nduk”, lalu mereka pergi dengan tanpa menghiraukanku. Saat itu aku serba kesal lalu tanpa ambil pusing kulihat punggung Agung tanpa perduli langsung ku sobek dengan cutter ditanganku “kreeeekkk!!!” suara baju Agung yang kusobek dengan cutter dan terbukalah luka panjang dipunggungnya dengan darah menetes. Sungguh tanganku gemetaran sampai aku tak bisa berkata apa apa saat teman sekelasku memandangiku dengan heran, kaget dan shock saat melihat aku yang masih memegangi cutter dengan gemetaran. Seketika aku rasanya hampir tak sadarkan diri, karena aku tidak menyangka akan melakukan perbuatan itu. Ya Tuhan rasanya aku ingin lari dari tempat ini sejauh mungkin, itulah pikiranku yang ada pada saat itu. Dengan memegang cutter aku terasa membawa beban yang amat berat, bagaikan kejatuhan tong berukuran raksasa dari langit. Aku barjalan sempoyongan sambil mencari kursi tempat duduk agar kubisa menenangkan diri atas kejadian ini, dan aku berjalan menuju bangkuku dan disana ada Doni yang sedang menungguku dengan mata penuh pertanyaan dan ketidak percayaan. Saat aku duduk kuletakkan cutter diatas mejaku, lalu kumelihat Agung yang sedang dibopong teman teman menuju ruang UKS dan teman teman yang lain memandangiku dengan tatapan tajam dan aneh. Aku menanggapinya dengan berbicara dengan Doni yang kebetulan satu desa dengan Agung “heh Don, akui opo salah ? Aku wedi karo wong loro kae, rasane kenek poin aku”. “Embuh. . aku ra nyongko awakmu iso rodog sedeng ngene. Ketok.e iyo awakmu kenek poin, tapi mbuh. Aku ra tau kenek, takono karo arek arek seng tau kenek poin jal!” kata Doni. Karena kutakut mendengar jawaban Doni akupun menjawab “emmmbbhh, yo tak jajale!”. Percakapan kami berhenti dan aku merenung sendiri dan Doni meninggalkan bangku.
Tak lama kemudian bel pulang berbunyi, dan hatiku mulai agak risau karena kejadian jam terakhir tadi. Dan pikiranku kemana mana, sampai sampai tak terasa aku hampir menabrak tiang didepan kelasku. Tak lama kemudian aku dipanggil Mbak Naning, dia saudaraku dan juga teman sekelasku. Lalu aku menjawab panggilan Mbak Naning “ ono opo Mbak?”, “ Awakmu diceluk nang kantor Ta, ndang rono.o ! “ kata Mbak Naning. Setelah aku mendengar itu aku menghela nafas panjang, dan inilah yang kupikirkan dari tadi. Yaitu ujung ujungnya aku pasti dipanggil ke kantor dan ditanyai tentang kejadian tadi. Dengan langkah lesu dan takut aku mulai menuruni tangga sekolah dan menuju ke kantor, tepatnya ruang guru. Dan sampailah aku kedepan pintunya lalu aku masuk dengan salam, “ Assalamualaikum? “, “ Waalaikumsalam, reneo Put ! “ Bu Lilik menjawab salamku. Sungguh hatiku deg degan bukan main saatku masuk kantor itu, dengan disambut lantai yang dingin dan sebagian guru memandangiku dengan wajah penasaran membuat suasana menjadi menakutkan bagiku. Entahlah pikiranku ini buyar saat aku disuruh duduk dan diinterogasi habis habisan oleh Bu Lilik. Nasib beruntung mungkin menempel ditubuhku, sehingga aku tak dikenai hukuman apapun tentang masalah tadi. Hanya saja aku diperingatkan dan dinasehati, mungkin ini karena kakekku adalah seorang yang berpengaruh jadi aku dibebaskan dari masalah. Aku dulu dan sekarang memang berbeda, lain disana lain disini. Setelah aku mendengar nasehat panjang bagai kereta api dari Bu Lililk aku berjalan kembali melewati lantai dingin dan mata penasaran, para guru. Setidaknya tong raksasa ini sedikit berkurang isinya, sehingga aku bisa lebih ringan memanggulnya. Namun tetap saja aku masih memikirkan bagaimana kalau Bu Lilik melaporkanku kepada kakekku? Pasti aku dimarahi habis habisan. Lalu bagaimana aku menjawabnya? Lalu apakah aku bisa menjelaskannya?. Entahlah banyak angan angan yang buruk dalam pikiranku yang membuatku pusing sendiri atas pertanyaan dan rasa takutku menghadapinya. Sampai pada waktunya aku berjalan menapaki jalan biasanya yang kulewati engan langkah yang tak pasti dan lesu. Itu semua karena ketakutanku untuk pulang ke rumah. “huufzzzzzz, ya Allah maafin aku eo. Aku salah ya Allah! Dista goblok, goblok. Uuuuhhhhhhhhhhhffhhhz !!!!” kataku dalam hati sambil menendang nendang batu dipinggir sawah.
Akhirnya aku datang juga dirumah, aku menghela nafas yang panjang agar aku bisa lebih tenang dari tadi. Ya anehnya suasana biasa biasa saja, akupun sedikit lega. Ternyata kakekku belum tahu. Baru 1bulan kemudian lah kakekku tahu, namun beliau hanya menasehatiku saja. “ Alhamdulillah . .hehehehe.” kataku dalam hati. Itulah yang sampai saat ini kukenang dan rahasia ini tertutup tiada yang tahu bahwa aku punya kasus disekolah. Setidaknya ini pelajaran bagi saya dan juga pada teman teman yang membaca cerita saya.
By Puteri Ardista