Misteri Di suatu Universitas
Di suatu hari masa liburan…
Terlihat lengang di suatu universitas yang kurang ternama hanya beberapa mahasiswa yang berkumpul yang akan menyelenggarakan sesuatu acara. Ketika itu hari sangat cerah di upuk timur terlihat matahari mulai keluar menyinari embun di dedaunan dan membuyarkan kabut yang menggulung bumi. Di ganggang mulai muncul masyarakat yang akan menjalankan aktifitas kehidupan demi untuk melanjutkan kehidupannya mencari sesuatu nafkah, kota kecil yang tidak terlalu ramai ini penuh dengan hirup pikuk penduduknya yang sebagian besar buruh dan pedagang di sisi lain ramai dengan anak-anak yang berkumpul mengisi masa liburannya ngobrol dengan teman-temannya. Betapa maha agung tuhan menciptakan alam ini dan dengan beraneka ragam makhluknya. Nampak di suatu gang seorang mahasiswa tergesa-gesa menuju kampus yang dimana banyak rekan-rekannya yang sudah berkumpul menunggu kedatangannya, karena dia seorang ketua dalam acara itu ditemani Darto, Didin, Iqbal, Inka dan Rini. Keenam mahasiswa ini rencananya akan mengadakan exspedisi jelajah hutan yang tidak jauh dari kota itu hanya beberapa jam di tempuh dengan kendaraan bermotor atau kendaraan umum.
Matahari mulai menyinarkan cahaya panasnya menyinari alam semesta ini. “Sudah kumpul semua?” guman ku pada teman-teman, serentak teman-temanku menjawab “sudah!”. Setelah memberi pengarahan dan mempersiapkan perbekalan, aku dan ke lima temanku langsung berangkat. Karena perjalananku akan lama, aku dan teman-temanku memilah naik kendaraan umum di samping terjamin keselamatannya bisa duduk berdampingan dan sambil menikmati pemandangan. Hari semakin siang udara makin panas karena waktu itu musim kemarau. Debu dan asap-asap industri sangat menyengat mata dan pernafasan setiap pemakai jalan yang aku laluai. Tepat jam lima sore kami sudah sampai di suatu perkampungan yang dekat dengan hutan yang akan kami tuju. Berhubung hari sudah sore, terpaksa aku dan lima temanku menginap di perkampungan tersebut. Dan besok rencana aku dan teman-temanku akan memulai menjelajah hutan yang sangat lebat ini. Pada malam pertama kami menginap dikampung itu di rumah seorang mantan kepala desa karena siangnya kami sangat lelah, kami hanya ngobrol benerapa saat bersama mantan kepala desa lalu kami istirahat. Entah mengapa walaupun lelah pada malam itu aku susah sekali untuk beda dengan kelima teman-temanku, mereka tidur sangat lelap di ruang tengah. Aku selalu ingat dengan mimpiku tadi malam, dalam mimpiku itu aku jatuh ke dalam jurang yang sangat curam selalu menghantuiku. Tepat jam dua malam aku baru bisa tidur. Tak lama kemudian terbangunkan oleh adzan subuh dabn aku bergegas bangun untuk menjalankan sholat subuh. Setelah sholat subuh kami sudah di siapkan oleh mantan lurah itu sarapan pagi dan tidak terasa pagi mulai terang. Sinar merah di upuak timur mulai kelihatan bertanda sang surya akan keluar di sambut riuhnya kicau burung yang ketika itu hawa dingin yang sangat terasa sekali menyentuh kulit-kulit tipisku dan ke lima temanku.
Hari mulai siang, aku dan kelima teman-temanku berpamitan untuk melanjutkan perjalanan menuju hutan tersebut. Setelah di beri izin oleh mantan lurah itu kami mulai melangkahkan kaki menuju jalan setapak yang memang satu-satunya jalan itu yang menuju ke hutan. Iqbal bertugas membawa ransel perbekalan dan Didin membawa tenda untuk kami beristirahat dimana kami merasa lelah. Sedangkan Darto, Inka dan Rini membawa alat untuk mamasak. Ketika itu hari sudah mulai sore, kami sudah jauh di dalam hutan. Kebetulan kami menemukan sebuah sungai di dalam hutan tersebut. Langsung saja aku dan kalima temanku untuk memilih beristirahat di pinggir sungai tersebut. Tiba-tiba Rini yang akan mencuci perabotan masak tercengang melihat sebuah peti lalu Rini tergesa-gesa kembali memberi tahu aku dan keempat temanku, “ada apa rin?” kataku. “tadi ketika aku mau mengambil air ada sebuah pati tersangkut di akar pohon di pinggir kali” kata Rini. “ya udah kita lihat” kataku sambil mengajak keempat temanku. Setelah sampai ke pinggir kali ternyata benar ada sebuah peti kuno yang memakai ukiran yang sudah mulai kusam. Waktu itu suasana sangat sunyi, hanya riuh dedaunan yang di tepis angin, pelan melambai-lambai membawa kami ke dalam suasana tegang. Rasa penasaran mulai menghantui aku, dan kelima temanku mulai bertanya-tanya “peti apa gerangan? Dari mana asalnya? kenapa ada di sungai ini? Siapa pemiliknya dan apa isinya?”. Sejenak aku dan kelima temanku terdiam menambah sunyinya waktu itu, hari mulai sore tiba-tiba terdengar suara dari salah satu temanku “ayo ambil kita lihat ada apa dalam peti itu? Gumannya, seakan membuyarkan suasana yang penuh dengan rasa penasaran. Kami hanya saling pandang tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut kami berlima, “ayo ambil” kata salah satu temanku lagi dengan suara lebih keras. Karena aku ketua regu, aku mulai melangkahkan kakiuntuk mengambil peti itu walaupun pada saat itu, rasa cemas san takut masih menghantuiku terpaksa aku memberanikan diri untuk mengambilnya. Setelah ku ambil lalu ku ajak teman-temanku untuk kembali le tenda peristirahatan kami yang tidak jauh dari sungai itu. Sesampainya di perkemahan aku taruh peti itu di dalam tenda tepat di tengah-tangahnya. Hari mulai gelap, setelah makan karena kami lelah setelah menempuh perjalanan jauh mata kami ngantuk sekali. Tapi rasa penasaran yang lebih besar untuk membuka peti itu kami sepakat akan membukanya waktu itu juga. Dalam keheningan yang sangat mencekam, pelan-pelan kami membukanya dengan rasa gemetar. Waktu itu darto yang membukanya setelah di buka terlihat secuil kulit binatang yang di lilitkan. Dengan rasa penasaran kami buka secuil kulit binatang itu, ternyata dalamnya ada sebuah peta. Dalam hatiku bertanya-tanya “peta apa gerangan, harta karun apa cuman bohong belaka?” dalam peta itu terlihat ada gambar air terjun yang mungkin hulu dari sungai yang tadi kami mengambil peti tersebut. Dengan tulisan yang memakai bahasa kuno di bawah peta itu tertulis yang kami kurang paham atas tulisan tersebut. Sejenak aku terdiam aku teringat akan temanku yang mengambil jurusan ilmu purbakala yang paham mengenai bahasa sangsakerta yaitu darto. Langsung aku menyuruh mempelajarinya pada darto karena hanya dia yang paham bahasa-bahasa kuno yang di pakai pada zaman kerajaan dulu.
Setelah darto mempelajarinya, Darto terperengah karena sepengetahuan dia petunjuk yang ada dalam peta menunjukan harta karun atau senjata-senjata pusaka zaman kerajaan duluyang di timbun karena biasanya mendapat kekalahan perang. Jadi benda-benda purbakala yang di timbun itu untuk di selamatkan dari musuh. Setelah mendapat penerangan dari darto, aku dan kelima temanku sepakat untuk menelusuri sungai ini sampai ke ujung dimana terdapat air terjun. Malam semakin larut kebetulan waktu itu Darto dan Iqbal yang bagian jaga, jadi aku bisa tidur untuk tiga jam kedepan. Tidak banyak yang ku bicarakan karena siang terlalu lelah tidak lama kemudian aku tertidur lelap.dalam tidurku aku bermimpi bertemu nenek tua berpakaian compang-camping berambut panjang tidak terurus dan membawa tongkat hitam yang sudah kumel. Dia berbicara dengan ku seolah-olah dia menasehati “hati-hati dengan peta itu” katanya. “ada dua kemungkinan selamat dan celaka kalau kamu teruskan” katanya. Belum aku menjawab nenek itu tiba-tiba sudah menghilang. Keesokan harinya mimpi itu ku beri tahu kepada teman-temanku bahwa perjalanan kita jangan diteruskan untuk mencari peta ini. Tapi tiba-tiba Darto menyela “kita teruskan saja siapa tahu di dalamnya harta karun dan benda-benda purbakala bisa menjadi uang miliaran kan? Kita semua bisa kaya”. Teman-temanku juga menjawab serentak menyebutkan kata “setuju, siapa tahu mimpi itu hanya menakut-nakuti kita supaya tidak jadi untuk mengambilnya” seraya kata iqbal. Sejenak aku terdiam, ada benarnya juga kata teman-temanku tidak terasa di mulutku keluar suara untuk sepakat dengan kelima temanku. Maka pagi itu juga aku putuskan untuk berangkat menelusuri kali tersebut. Setelah menempuh perjalanan dua hari dua malam akhirnya di suatu senja dari kejauhan emang terlihat ada air terjun yang mungkin bila di ukur tinggal hanya antara sepuluh atau lima belas kilo. Karena tempatnya agak tinggi maka terlihat dekat tapi kami memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan dulu karena hari sudah mulai gelap. Terpaksa kami bermalam dulu di tempat ini. Untuk esok harinya kami melanjutkan kembali perjalanan ini.
Gemerciknya air dan kicaunya burung di tambah riuhnya dedaunanyang tertiup angin membangunkan kami pada pagi itu. Setelah sarapan kami memutuskan untuk meneruskan perjalanan menuju air terjun tersebut. Tidak terasa langkah demi langkah dengan tertatih-tatih karena lelah karena telah menempuh perjalanan jauh akhirnya sampai juga di tempat yang kami tuju. Sambil duduk di rumput di pinggir sungi itu aku dan darto melihat tempat sekeliling air terjun yang mana cocok sekali dengan gambar yang kami temukan. Dalam gambar tersebut ada batu yang tidak terlalu besar di mana tepat ada di depan kami di pinggir air terjun Batu tersebut yang harus di gali. Karena kami tidak sabar apa yang ada di bawah batu itu. Dengan peralatan sederhana untuk menggalinya, Akhirnya kami berhasil mengangkat batu itu tapi belum ada tanda tanda harta tersebut di temukan. Aku dan teman-temanku hanya bisa saling pandang seakan-akan semua merasa heran karena apa yang tertera dalam peta itu belum di temukan juga. Tiba-tiba Darto mengeluarkan suara memecahkan keheningan di waktu itu “coba gali terus karena batu ini hanya penutup atas saja, harta yang sesungguhnya pasti ada di dalam”. Aku tak pikir panjang lagi langsung meneruskan penggalian itu. Memang benar apa yang di katakan darto setelah aku menggali lagi sudah terlihat tanda-tanda bahwa dibawah batu yang tadi aku gali ternyata benar ada sebuah peti. Waktu itu, aku dan taman-tamanku mengangkatnya mengeluarkan dari dalam lubang yang tadi aku gali. Setelah di bersihkan peti itu lalu ku bawa bersama teman-temanku ke tenda peristirahatan. Aku dan teman-temanku waktu itu belum berani untuk langsung membukanya. Setelah melepas lelah baru aku dan teman-tamanku sepakat untuk membukanya. Setelah aku buka semua teman-teman termasuk aku terkejut melihat dalam peti itu yang semula ku kira harta karun ternyata hanya sebuah buku tetnang ilmu-ilmu kedikjayaan zaman kerajaan duluyang memang tuilisannya memakai tulisan jawa. Aku bertanya kepada temanku yang bernama darto karena dia lebih paham akan bahasa tersebut.”tulisan apa ini to” kataku. Darto tidak langsung menjawab, dia melihat-lihat buku itu dan membukanya lembar perlembar. Setelah itu baru dia menjawab “sepengetahuanku ini adalah buku kumpulan ilmu-ilmu. Disini ada dua jenis ilmu, ilmu kanuragaan dan ilmu hitam yang bisa mencelakakan kita semua. Tapi di sini tertulis jadi ibaratnya sejodo. Kalau kita nuntut ilmu ini, maka ilmu itu juga harus kita pelajari.” Setelah beberapa lama aku mempelajari buku itu dalam hatiku diam-diam ada perasaan ingin tahu bagaimana reaksi ilmu ini. Perasaan ini bukan aku saja, ternyata kedua temanku juga sama. Iqbal dan darto ingin mempelajari ilmu ini. Waktu itu pelan-pelan matahari mulai redup pertanda hari akan mulai gelap.
Sekolah: SMKN 1 Karawang