“Wwiu…wiu…Wiuuu” Suara itu masih terdengar di telingaku.Entah sudah berapa banyak orang yang keluar masuk di tempat ini.Mungkin puluhan atau ratusan.Entahlah..!.Yang pasti sekarang aku terbaring di tempat ini.Menunggu dan terus menanti.Terbaring tak berdaya di tempat yang paling aku benci. Hidungku tersumbat dengan aroma obat yang menguap di seluruh tempat. Suara tangis selalu terdengar setiap hari.Tangis yang berasal dari seorang pasien yang tak kuat lagi menahan rasa sakitnya. Tangis yang meluncur dari mata anggota keluarga pasien yang meninggal. Aku ingin keluar dari tempat ini.Terbebas dari bemacam-macam obat yang harus aku telan setiap hari. Aku muak dengan semua itu.Belum lagi jarum suntik yang setiap hari menusuk lenganku. Membuat aku menahan sakit.Aku benci tempat ini.Aku benci..!.”Tempat ini hanya untuk orang-orang yang sakit, tapi kenapa aku juga berada dalam lingkungan yang sama dengan mereka, padahal selama ini aku tak merasa ada yang lain dari diriku.”Tanyaku
Sudah dua bulan aku berada di tempat ini.Tempat yang tak pernah aku inginkan.Dua bulan yang lalu, ayah dan ibuku membawa aku ke tempat ini.Katanya, aku harus tinggal di tempat ini sampai aku sembuh. Kenapa mereka mengatakan kalau aku ini sakit, padahal aku sehat-sehat saja.Sungguh aneh bagiku.Tapi, aku menurut saja pada mereka.Dalam hati aku menolak.Sangat menolak.
Hari ini rumah sakit sangat ramai.Dibanjiri oleh orang-orang yang mondar-mandir di lorong-lorong rumah sakit.Mungkin pengunjung lebih benyak dari jumlah pasien.Aku suntuk tinggal di ruangan yang luas, tapi hanya ada aku di ruangan itu.Tak ada teman dan keluarga yang menjenguk.Beberapa menit lagi suster akan melakukan tugasnya lagi.Memberiku obat dan memberikan satu suntikan jarum.Hal yang rutin dilakukannya setiap hari.
Aku bangkit dari tempat tidur, keluar menuju ke taman rumah sakit yang terletak di lantai 3.Tempat foforitku kalau tiba-tiba beteku muncul.Aku menelusuri koridor rumah sakit.Tak ada beda dari hari-hari sebelumnya.Pasien berdatangan tanpa henti.Terdengar olehku suara seorang ibu yang memanggil-manggil nama anaknya “Ron..Ro…o…n…Roni, jangan tinggalkan ibu nak”.Menengok aku ke belakang, terlihat seorang pasien yang dibawa oleh suster ke ruangan ICU yang diikuti oleh keluarganya.Aku berhenti sejenak.Melihat ke arah orang yang terbaring di atas ranjang dorong dengan cairan merah yang melumuri seluruh tubuhnya.
“Sus…orang itu kenapa ?”Tanyaku dengan penuh penasaran
“Dia bertabrakan dengan temannya saat balapan”Jelas suster itu
Aku menggeleng.Kasihan, tapi salah dia juga sih siapa suruh balapan di jalan.Apa dia tidak kasihan dengan orang tuanya.Aku menarik nafas.Kemudian melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda.Suara tangis ibu itu masih terdengar olehku.Kupercepat langkahku.
Malam ini aku tak bisa tidur.Kurasa keluar ruangan lebih baik, mungkin sesudah keluar sebentar aku bisa tidur dengan tenang.Jalanku tak menentu, kadang biasa kadang juga sangat lambat.Mungkin itu karena aku tak punya tujuan kemana aku pergi.Kunikmati indahnya malam yang ditaburi cahaya-cahaya kecil seakan menyapaku dengan sinarnya.Keluarga pasien masih terlihat mondar-mandir, tapi tak seramai tadi.Sebagian dari mereka ada ke apotik untuk menebus obat, ada juga yang ke koperasi rumah sakit sekedar membeli makanan ringan.Mereka terlihat lelah.Tak berapa lama aku berjalan, kudengar suara tangis dari salah satu ruangan yang aku lewati.Timbul rasa ingin tahu.Kucoba mengintip dari jendela.Mataku tertuju pada sosok gadis yang duduk di atas ranjang.Aku ingin masuk, tiba-tiba…..”Mbak, ini sudah malam.Tidak baik seorang pasien keluar ruangan malam-malam.”Suara suster membuat aku kaget, serasa jantungku ingin copot.
“Iya suster, maaf”.Aku tersenyum manis di depan suster yang berdiri tegap di depanku.Aku berlalu di depannya.
“Siapa gadis itu?”tanyaku dengan penuh penasaran
“Ah.Untuk apa aku memikirkan gadis itu, to’ dia bukan siapa-siapa aku”.pikirku
Pukul 18.00, suara azan terdengar sangat merdu di kala senja itu.Hatiku terasa sejuk mendengarnya.Seakan malaikat-malaikat sedang menaburkan kedamaian yang sudah lama hilang dariku.Muadzin seakan memanggilku untuk mendatangi rumah Allah.Selama dua bulan aku di sini jarang sekali aku melakukan salat di masjid, aku biasanya salat di kamarku.Tapi, untuk kali ini aku merasa ada sebuah dorongan yang kuat memaksaku salat di masjid.Aku bergegas menuju mushalla rumah sakit.Selesai salat, mataku langsung tertuju pada seorang anak kecil yang sedang berdoa untuk kesembuhan ibunya.Terharu, malu, bangga serta kagum meluncur dari dalam hatiku.Tak kurasa pipiku basah.Cepat aku menghapusnya sebelum ada orang yang melihat.Tiba-tiba, aku teringat oleh sosok gadis yang kulihat tadi malam.Rasa penasaranku kembali terkuak.Malam ini aku harus menemuinya.Kupercepat langkahku ke arah ruangan yang ku lewati tadi malam.Suara tangis itu lagi.Kali ini aku tidak boleh gagal.Dengan ragu campur takut aku membuka pintu dengan pelan-pelan.Kulihat sosok gadis yang duduk di ranjang dengan rambut terurai ,namun berantakan.Menundukkan kepalanya dan menangis.
“Maaf…ka..mu kena..pa menangis?”.Tanyaku terbata-bata
Gadis itu terdiam.Tangisnya semakin menjadi-jadi.
“Hai..jangan menangis.Tangisan kamu itu bisa mengganggu orang.”Ku coba untuk menenangkan dia.
“Nama kamu siapa?” Tanyaku kembali
“Diam…diam kau.Kamu bukan siapa-siapa.Kamu tak tahu apa-apa.Sebaiknya kamu keluar sekarang.Keluar kataku..! Teriak gadis itu yang sempat membuat aku kaget
“Tenang..tenang.Aku cuma mau menjadi teman kamu aja kok.”Aku mencoba menenangkan dia
Gadis itu kembali menunduk, menangis di kesunyian malam.Selaksa membelah bumi menjadi dua bagian.Tak berapa lama, gadis itu mengangkat kepalanya, melihat ke arahku dan menatapku dengan mata yang sembab.dan berkata “Aku tidak berguna.Hidupku hanya tergantug pada obat ini.Tak ada lagi gunanya aku hidup”
“Emang kamu sakit apa?”
“Aku terkena gagal ginjal”.Katanya singkat
Ku coba berbicara denganya dari hati ke hati.Dengan waktu yang singkat, kami bisa akrab bak sahabat yang sudah bertahun-tahun.Gadis itu sangat beda saat aku pertama kali bertemu dengannya, sifatnya yang suka emosi tak pernah dia tunjukkan lagi.Dia gadis lembut.Sangat lembut buatku.Aku mencoba kembali menanyakan namanya “Namaku Lovely, kamu siapa?” “Aku Valen, kakek memberiku nama valentine karena aku lahir tepat dengan hari Valentine.katanya agar aku dapat mendapatkan kasih sayang yang melimpah.Tapi kenyataanya tidak, orang tuaku sibuk dengan urusan mereka masing-masing.Tak pernah mereka memberikan sedikit waktunya untukku.Bahkan mereka tak pernah menjenguk aku.”Valen bercerita dengan sangat tenang, namun air matanya masih mambanjiri wajah mungilnya.
“Kamu ikut aku ya…kamu bisa menumpahkan seluruh kekecewaan kamu di sana.”Ajakku
Tanpa mendengar persetujuannya, aku menarik tanganya.Nah, ini tempatnya Lantai 3 rumah sakit.Indah, bukan?.Sekarang kamu bisa menangis dan berteriak sekeras-kerasnya di sini.Semalaman kami di sana.Tak peduli suster mencari kami.Yang jelas kami bebas dari obat-obatan, meski itu hanya semalam saja.
Suara itu terdengar yang kesekian kalinya.Suara ambulance yang keluar-masuk rumah sakit.Hari ini, rumah sakit “JELITA” dibanjiri pasien.Lebih banyak dua kali lipat dibandingkan hari-hari biasanya.Pasien didominasi oleh penderita diare yang akhir-akhir ini menyerang manusia.Aku ke kamar Valen.Ingin berbagi cerita dengannya.
Valen menceritakan masalahnya secara rinci demi rinci, tak ada yang ia tutupi dariku.Air matanya terus berlinang, membasahi pipi mungilnya.
“Aku tak kuat lagi menahan rasa sakitku Lov, aku ingin pergi jauh.Pergi dari penyakit menyebalkan ini”.Dengan isak tangisnya
“Valen, kamu gadis kuat.Tuhan itu Maha Adil.Kamu tidak boleh putus asa”.
Valen menatapku tajam, merangkulku seakan tak mau melapaskan pelukannya.Tangisannya begitu dalam.Kami berpelukan tak mau pisah, dengan air mata yang menemani kebersamaan kami.
Kepalaku terasa pusing sekali, tak seperti biasa.Kepalaku berputar-putar.Penglihatanku terasa kabur dan “BRukk..”Aku terjatuh.
“Aku dimana?”Tanyaku bingun
“Kamu ada di kamar sayang .”Suara ibuku begitu lembut terdengar
“Aku kenapa bu ?”
“Tidak apa-apa”.
Ibu keluar dari kamarku.Sekarang hanya aku dan dokter serta suster yang ada di situ.Aku rasa dokter tidak akan bohong, lebih baik aku bertanya kepada dokter saja.
“Dok, sebenarnya aku sakit apa.Aku sudah 2 bulan lebih di sini, tapi aku belum juga tahu sebenarnya aku sakit apa?”tanyaku penasaran
“Tidak apa-apa.”Kata dokter singkat kemudian berlalu dari hadapanku
Aneh…sangat aneh.Sungguh aku bingung dengan semua ini.Setiap kali aku bertanya kepada keluargaku mereka tetap menjawab “Tidak apa-apa”, bahkan dokter pun mengatakan hal yang sama.
Tanggal 14 Februari adalah hari bahagia untuk Valen, tapi mungkin tidak untuk Valen.Sementara itu kondisi aku semakin terpuruk, aku diharuskan di operasi.Aku masih tetap diselimuti rasa kebingungan Sampai aku di ruang operasi aku belum juga tahu sebenarnya aku sakit apa dan mungkin tak akan penah tahu sampai ajalku tiba.
“Dok, kalau nanti operasi ini gagal.Aku mohon berikan ginjalku pada gadis yang bernama Valen.”Kataku dengan menahan rasa sakit
“Baik..berdoalah semoga semuanya lancar”.
Operasi dimulai.Terlihat di depanku malaikat-malaikat melambaikan tangnnya kepadaku.Memanggil rohku menghadap sang Ilahi.Kembali kepada Tuhanku.Pesan terakhirku untuk Valen aku tulis di secarik kertas yang kutitipkan kepada ibu.
Dear Valen,
Happy Birthday Valen, maaf aku tidak bisa memberikan selamat secara langsung kepadamu, karena sekarang aku sedang berpetualang bersama peri-peri impian kita.Aku tidak bisa memberika apa-apa.Tapi, aku harap kamu menerima salah satu organ tubuhku (ginjal ini).Aku berikan ini padamu sebagai hadiah terindah bagimu.Kamu harus lanjutkan hidupmu.jangan putus asa.Jangan sia-siakan pemberian dariku.Tersenyumlah di hari bahagiamu ini.Tunjukkan senyummu yang manis untukku dan untuk dunia yang merindukan sebuah senyum manis dari seorang gadis Valentina.Kamu gadis tangguhku.
Your best friend,
Lovely with peri-peri impian
21-4-2009
Karya : Yuni Indasari
Sekolah : UNM