LINGKARAN TAKDIR
Mentari pagi mulai memancarkan cahaya indahnya ketika burung – burung mulai beranjak terbang menuju tempat mencari makan, berkicau di atas langit yang biru saling berpacu satu sama lainnya. Sementara kawanan awan tersenyum lebar menyambut pagi ini , pagi yang cerah. Pohon-pohon di sekitar jalan tak kalah senangnya , daun-daunnya basah setelah hujan deras tadi malam. Bergoyang sana sini menyambut datangnya sang mentari.
“Ibu, Ayah Amin pergi dulu ya, Assalamualaikum”. Kakiku melangkah keluar rumah setelah pamit dan mencium tangan ibu dan ayah. Ku tinggalkan rumah, ayah , ibu, dan seorang adikku yang masih duduk di taman kanak-kanak. Ku ingin pergi ke eropa kataku suatu kali pada temanku. Bagiku tak peduli orang mau bilang apa padaku, ku hanya ingin mengejar mimpi dan cita –cita yang ku pendam selama ini. Dengan bismillah ku mulai hari ini dengan senyuman seperti burung-burung tersenyum pada awan. Ku percepat langkahku agar tak ketinggalan angkot ke sekolah tempatku menuntut ilmu. Rupanya Alhamdulillah ku sampai ke sekolah tepat waktu.
R-SMA-BI-1-PAYAKUMBUH nama sekolahku, hatiku bangga dan bersyukur bisa sekolah di sini. Banyak orang beranggapan anak-anak sekolah di sini anak pejabat, orang kaya besar, para pengusaha sukses dan macam-macam pekerjaan orang disebutnya. Tapi, banyak juga orang miskin yang orangtuanya hanya berpenghasilan pas-pasan sekolah disini, termasuk diriku diantaranya. Pertama kali menginjakkan kaki di sekolah ini sewaktu lomba MIPA dulu, ku sudah memiliki angan-angan besar. Aku ingin membahagiaikan ibu dan ayah, menjadi sang juara, dan berprestasi ucapku dalam hati suatu kali.
Kawan, dengarlah kataku ini. Jadilah dirimu seperti orang yang tak pernah mendapat sesuatu niscaya kau akan berusaha mendapatinya. Berusahalah meraihnya jikalau nyawa masih di badan. Walaupun buasnya kehidupan akan kau dapati suatu saat nanti. Beranilah menerima tantangan , berani mencoba, berani berbuat dan berani bertanggung jawab. Beginilah caraku memotivasi diri, menyuntikkan semangat setiap pagi, setiap ku memasuki ruang kelas ini.
Di kelas mulutku tak banyak cerita tentu bukan dalam pelajaran. kalau sudah belajar ku tak segan- segan bertanya pada guru. Ibu ini bagaimana caranya , datangnya darimana, kok beda hasilnya, tanyaku suatu kali pada ibu guru matamatikaku. Setiap ulangan nilaiku tak pernah lari dari ponten Sembilan. Sudah 1 semester lebih ku mengukir sejarah di sekolah ini Alhamdulillah Allah masih mengizinkan ku untuk berprestasi. Bulan Ramadan kemaren sekolah mengutusku dalam sebuah perlombaan MHQ, sang juara rupanya tak pernah bosan padaku.
***
Bunyi bel yang menyerupai suara serine mobil ambulans rupanya sudah dinanti nanti oleh sebagian tema-temanku tak terkecuali bagi siswa yang lain. Segera ku bereskan buku-buku pelajaran dan ku masukkan dalam tas bersiap perge ke kantin bersama teman yang lain. Tiba-tiba sebuah suara memanggilku dari arah belakang.
“ Amin, tunggu” sapanya , ku menoreh kea rah belakang tempat sumber suara tadi. Rupanya sudah berdiri di hadapanku seorang laki-laki berwajah putih,gagah, dan berwibawa. Tingginya tak lebih dariku. Yang ku kagumi darinya adalah suaranya yang lembut tapi tegas.
“Oh, kamu yusuf” sapaku balik padanya.
“Masak lupa sih sama teman sendiri?”
“Eh nggak, ku tak kan pernah melupakan kamu sahabat terbaikku” jawabku sedikit lembut
“ Shalat dhuha yuk!” ajaknya padaku. tiba- tiba ku baru ingat akan hal ini, padahal sudah beberapa kali ku melaksanakan shalat dhuha di mushalla sekolah.
“Astaghfirullah , oh, ya,ya….ya, hampir lu..lu..pa” balasku agak sedikit gagap
Yusuf memang bukan teman sekelasku, tapi kami sesama anggota forum kajian rohani Islam.
Alhamdulillah selama sekolah di SMA ini ku banyak mendapatkan anugrah dan berkah dari Allah SWT , terutama teman- teman yang senantiasa mengajak ku kepada Allah dan Rasulnya. Yusuf adalah diantaranya. Walaupun beda kelas tapi kami tak dapat di pisahkan oleh siapapun. Dirinya sudah kuanggap sebagai saudara kandungku sendiri. Setelah shalat duha 2 rakaat kami berbincang- bincang sedikit mengenai pelajaran di sekolah maupun tentang masalah agama. Bel masukpun akhirnya memisahkan kami untuk kembali ke kelas masing-masing.
***
Ku hidup dalam kesederhanaan, rumah ku juga sederhana bentuknya. Kami berasal dari keluarga kurang mampu. Ayahku seorang buruh harian lepas yang tak pernah mengeluh mencari makan untuk anak dan istrinya. Sedangkan ibuku hanyalah seorang ibu rumah tangga, tapi karena kekurangan uang dan melihat sekarang semua harga barang-barang kebutuhan pokok sudah mulai melonjak ibu rela bekerja sebagai tukang cuci rumaah-rumah tetangga. Walaupun arus kehidupan yang begitu deras melanda kaluargaku tapi Allah menganugrahi kami kebahagiaan dan ketentraman. Aku mempunyai 2 orang saudara, abangku yang tamat SMA tahun kemaren sekarang sudah bisa merasakan bangku pendidikan kuliah di salah satu universitas favorit di Indonesi ini, sedangkan si kecil masih duduk di bangku taman kanak-kanak.
Hitam putih dan warna-warni kehidupan telah ku rasakan semenjak ku dilahirkan ke dunia ini. Waktu masih SMP dulu biaya sekolah dibebaskan oleh pemerintah dengan diadakannya program wajib belajar 9 tahun. Sekarang saja biaya untuk makan sehari-hari saja orangtuaku sudah kewalahan dibuatnya. Apalagi uang untuk membayar biaya sekolahku setiap bulanya. Ingin sekali ku membantu ibu dan ayah dalam membantu perekonomian keluarga. Tapi apalah daya guna seorang remaja kecil sepertiku ini akan bekerja sambilan. Biarpun itu ada yang menawarkan tak mungkin ibu dan ayah mengizinkanku. Ku tak ingin sekolah ku berhenti hanya sampai disini. Ku ingin mengelana kehidupan yang buas ini. Ingin menjadi seorang sang pemimpi seperi seorang Andre Hirata sang penulis tetralogi laskar pelangi yang best seler itu. ku ingin dekat dengan Tuhan Allah SWT. Melaui tantangan, mimpi-mimpi impian, pengorbanan, serta perjuangan ku bisa manamukan itu semua. Jalan lurus satu-satunya jalan yang harus ku tempuh. Jalan penuh lubang, onak duri itulah yang ku lalui.
***
Kembali ke surau…., kembali ke surau …, kembalilah …..
Masih tersimpan dalam memori indah semasa kecilku dulu sebuah senandung indah penggugah jiwa. Senandung yang membari peringatan kepada seorang muslim akan pentingnya kembali ke mesjid. Di mesjid atau surau merupakan tempat istimewa bagi orang-orang yang dilunakkan hatinya oleh Allah SWT Sang yang Maha melunakkan hati. Mesjid bagiku seperti sebuah surga keabadian spritualitas. Setiap ku melangkahkan kaki di atas mesjid ada saja sesuatu yang membuatku ingin betah selamanya.
Walaupun ku sudah remaja yang namanya mesjid tidak akan pernah ku tinggalkan. Mesjid bagaikan tempat persinggahan segala macam permasalahan. Didalamnya seorang hamba senantiasa bermunajat kepada Tuhannya. Didalamnya pula terjadi proses pembantukan ukhuwah islamiyah. Tak jarang orang-orang muslim zaman dahulu katakanlah zaman Rasulullah SAW mempunyai tali persaudaraan yang kokoh. Mereka sudah seperti sebuah keluarga, sebuah kesatuan umat muslim yang tak dapat tergoyahkan oleh siapapun kecuali kekuatan Allah SWT.
Babusslam, nama mesjid sekolahku itu. “Babussalam itu artinya pintu keselamatan”, kata guru pendidikan AlQuranku suatu kali. Mesjid babusslam sesuai dengan artinya memang merupakan pintu keselamatan bagi masyarakat SMA N 1 PAYAKUMBUH. Siapa saja yang memasuki mesjid ini Insyaallah dia akan selamat dari berbagai macam persoalan, buktinya saja selama ini belum pernah terjadi kehilangan benda- benda berharga dalam mesjid, terutama barang-barang milik sekolah. Mesjid itu bertingkat dua, bercat emas dan sejuk dilihat mata. Warnanya keemasan memancarkan sinar kemegahan yang sempurna. Lukisan kaligrafi di dalamnya, subhanallah menggetarkan hati sang pembacanya.
Kawan , di Mesjid Babussalam inilah semua paradigma hidupku berubah. Dimulai dari sebuah perkenalan singkat diriku dengan seorang bapak muda guru matematika di sekolah ini. Sebuah perkenalan singkat yang akhirnya menjadi sebuah ikatan cinta dan persaudaraan. Apalagi ditambaha oleh orang-orang luar biasa, yaitu para remaja yang tak mampu diracuni oleh ganasnya zaman global seperti ini. Di sini , di mesjid ini segala curahan rahmat mengalir ke dalam garis-garis takdirku. Pertemuanku dengan orang-orang luar biasa ini berawal dari sebuah organisasi keislaman yang dinamakan kerohanian islam (ROHIS). Dalam organisasi dakwah inilah Allah memudahkan jalan bagiku. Mungkin kawan bertanya mengapa harus di Rohis?. Jawabannya karna di sana kita akan belajar mengenal siapa kita, kemana kita, mau ke mana kita, untuk apa kita di dunia ini, dan puncaknya kita akan mengenal siapa Tuhan kita.
Sekitar 1 semester telah berjalan, selama itu pula ku menjalankan tarbiyah di Rohis, dan selama itu pula Allah menunjukkan kebesarannya. Segala problematika kehidupan dapat kuatasi, di tambah lagi kualitas ibadahku semakin mantap Insyaallah. Ku di berikan kemudahan oleh Allah dalam segi biaya sekolah. Allah menunjukkan kebesaran kan keagungannya dengan memberiku berbagai keterampilan terutama di bidang agama. Sehingga dalam berbagai lomba keagamaan dirikulah yang dipanggil pihak sekolah untuk hal tersebut. Tak jarang pihak sekolah memberiku besiswa, karena prestasi-prestasi yang kuukir di sekolah ini. Semua ini tak lepas dari perjuangan orang-orang luar biasa yang ku temui itik pusatnya adalah di Rohis ini. Mereka memberiku bantuan baik moral, materi, dan pemikiran, sehinggaku dapat merasakan yang namanya keberkahan dan anugrah Sang Kusa Ilahi.
***
Kuibaratkan hidupku ini sebagai lingkaran takdir. Titik pusatnya adalah sang Ilahi yang mengendalikan semua hala dalam hidup ini. Hanya Dialah yang menentukan berapa derjat kemudahan yang akan diberiNya. Karna dialah Allah SWT yang mengenggam alam semesta ini, tak terkecuali kita sebagai hambaNya yang selalu mengikuti jalanNya. Karena garis-garis takdir kebahagiaan taka kan lepas dari setiap insan yang mengabdi kepada Tuhannya.
The End
By Nur Aisyah Putri