Maafkan Aku
“Belum tidur, Dey ?”
“Hmm … belum ngantuk, Kak”
“Jangan gara-gara dia kamu jadi …”
“Adey gak apa-apa, Kak. Tolong tinggalin adey sendiri ya. Adey lagi pengen sendiri”
Malam yang kelam. Sekelam hatiku saat ini. Beberapa jam yang lalu aku masih seperti biasa. Ceria. Menikmati kebahagiaanku. Tapi kini, hanya gara-gara dia keceriaanku memudar dan berangsur-angsur hilang. Beberapa detik yang lalu, mendengar keputusan sepihaknya mengakhiri hubungan yang selama ini kami jaga bersama. Tanpa aku tau alasannya mengatakan semua itu.
Kini aku hanya bisa meneteskan air mata. Walaupun sebenarnya aku tak ingin menangis, namun entah mengapa air mata ini tetap saja mengalir membasahi pipiku. Semua kisah yang pernah kulalui bersamanya, berputar seperti sebuah film. Menayangkan alur-alur kisahnya dengan rapi. Tak ada yang tertinggal. Terputar dari awal.
Tak pernah sebelumnya terbayang bahwa semua akan berakhir. Selama ini aku hanya menikmatinya. Menikmati kehidupan yang selalu membuatku tersenyum. Merasakan kebahagian. Dan akhirnya lupa mempersiapkan bahwa kisah ini suatu saat dapat berakhir dengan kepedihan.
Dan yang paling menyakitkan. Tanpa alasan apapun dia mengatakannya. Bahkan memberiku waktu untuk menjawab pernyataannya pun tidak.
“Kita sampai disini saja ya, maafin aku”
Dan segera ditutup telefon itu. Tanpa memberiku kesempatan bicara. Segera saja aku mengetik beberapa kata dan mengirimnya lewat pesan singkat. Menunda. Jelas dia menonaktifkan telefon genggamnya.
“Dicky .. kamu kenapa sih ?”
Setelah itu, tanpa bisa ku kontrol air mataku mengalir deras. Hingga membuatku terisak dan menjerit. Tak lama kakakku datang menghampiriku. Menenangkanku. Seperti pada umumnya orang-orang lakukan. Dan kuceritakan semuanya.
“Masa sih ? Kan baru tadi siang kalian abis jalan bareng. Terus alasannya mutusin kamu apa ?”
“Adey juga gax tau, Kak. Belum sempat Adey ngomong apa-apa telefonnya udah ditutup”
“Hmm .. Kamu yang sabar aja. Cowok masih banyak kok”
“Tapi Adey sayang banget sama dia”
“Mungkin dia punya yang lebih cantik dari kamu makanya kamu diputusin!”
“Hhhuuuuuaaaa ….. Kakak jahat …”
>>>>>>
Seminggu ….
Telefon genggamnya gak aktif
Sebulan ….
Masih gak aktif
Dua Bulan ….
Tetap gak aktif
Berkali-kali ku mencoba menghubunginya selama dua bulan ini. Bahkan kerumahnya pun sudah. Tapi tetap saja aku tak dapat bertemu dengannya. Ku putuskan untuk berhenti menghubunginya. Dan berusaha melupakannya. Walaupun keputusan itu membuat aku berubah dan menjadi pendiam.
>>>>>>
Bulan demi bulan telah terlewati. Menjelang ujian kenaikan kelas. Aku masih saja dengan perasaanku yang dulu. Yang selalu mengingatnya, merindukannya. Aku tak bisa melupakannya. Bahkan ketika ujian pun yang ada dalam pikiran hanya dia. Hasilnya, nilai ujianku hancur. Sebagai hukuman aku tak boleh menikmati liburan yang diadakan oleh pihak sekolah. Tak masalah sebenarnya. Walaupun aku ikut liburan bersama teman-teman sekolahku,aku tetap saja takkan bisa melupakannya. Mama mengirimku ke Bogor. Ke tempat nenekku.
Awalnya aku tetap saja murung dan terus-terusan memikirkan dia. Aku tetap menjadi pendiam. Nenek bertanya padaku hanya kujawab dengan anggukan atau gelengan kepala. Namun, ada salah satu sepupuku yang menarik perhatianku. Kesehariannya yang selalu pergi bersama cowok yang berbeda-beda. Kekasihnyakah ?? Atau cuma teman ?? Karena penasaran, aku bertanya padanya.
“Kok tiap hari pergi sama cowok terus, Kak ? Emang gak takut ketahuan cowok kakak ?”
“Mereka cowok kakak semua kok ?”
“Semua ?? Maksudnya kakak pacaran sama semuanya gitu ?”
“Iya”
“Kakak Playgirl donk ? Emang boleh gitu, Kak ?”
“Ya, bisa dibilang begitu. Cowok aja boleh jadi Playboy. Masa cewek gak. Mereka seenaknya mutusin cewek kalo udah bosen. Cewek juga boleh donk”
“Tapi kan ..”
“Hidup itu butuh yang asyik-asyik, Dey. Jangan dibikin susah. Ngapain setia kalo cowok aja gak setia sama kita”
Satu nasihat dari sepupuku, kembali mengubah hidupku.
>>>>>>
“Kamu kok gonta-ganti cowok terus sih, Dey ?”
“Suka-suka Adey donk”
Jadi Playgirl memang asyik. Seperti yang dibilang sepupuku beberapa bulan yang lalu. Aku tak terlalu sering lagi meneteskan air mata ketika mengingatnya. Sudah bosan rasanya menangis hanya untuk orang seperti dia. Walaupun sebenarnya dia masih menguasai cinta dihatiku.
Playgirl hanya statusku. Tapi hatiku tak pernah tersentuh oleh orang lain. Mereka hanya alat untuk membantuku mengatasi kepedihan dihatiku. Kasihan sebenarnya. Tapi aku tak ingin memberikan hatiku untuk siapapun. Aku tak ingin tersakiti lagi. Walaupun harus mengorbankan perasaan mereka. Tak apa. Cintaku tetap untuknya. Tak tergantikan. Tak berkurang. Utuh seperti saat masih bersamanya.
>>>>>>
7 tahun tlah berlalu. Banyak hal yang kulalui. Tak hanya menjadi playgirl, 7 tahun ini juga kutuliskan kisah hitam dalam hidupku. Aku menekuni pekerjaan sebagai pengedar obat-obat terlarang. Menawarkan kepada teman-temanku agar mencicipinya. Menjadikan mereka pecandu. Menghancurkan masa depan mereka. Begitulah. Tapi aku hanya sebagai pengedar. Tak pernah sekalipun aku mencicipinya. Aku hanya melihat mereka bahagia ketika mengkonsumsinya, dan tersiksa ketika kehabisan barang haram itu.
Tak hanya itu. Aku juga menghancurkan moral mereka. Menawarkan mereka kegiatan seks bebas. Membantu mereka mendapatkan pasangan seks. Tapi hanya itu. Tak pernah sekalipun aku berniat mencoba kegiatan itu. Aku tak tertarik dengan kegiatan yang bodoh itu.
Aku jahat. Ya, benar sekali. Aku menuntun teman-temanku ke jalan yang salah. Menjerumuskan mereka ke dalam kubangan dosa. Aku melampiaskan sakit hatiku pada mereka yang tak bersalah. Tapi kejahatanku ini tersembunyi. Tak masalah buatku. Keluargaku, teman-temanku disekolah, sampai saat ini dikampus, tak ada yang tahu. Mereka mengenalku sebagai seorang gadis yang baik. Yang murah senyum, ramah, ceria. Kututupi dengan baik kejahatanku di depan mereka.
Tapi memang ada yang harus dibayar untuk menutupi kejahatanku ini. Aku sering pulang malam. Untuk ukuran seorang gadis yang dikenal baik, ini adalah masalah besar. Berulang kali mama memarahiku karena kebiasaanku ini. Hingga pada suatu saat, karena suatu hal aku terpaksa pulang pagi. Kali ini mama bukan hanya memarahiku. Beliau juga mencari tahu apa yang aku lakukan diluar sana. Dan aku juga diancam tak boleh keluar rumah tanpa pengawalan.
Pelan-pelan aku mengatur kejahatan itu agar tak membuatku keluar rumah pada malam hari. Setelah sebulan, kejahatan itu terkontrol dengan baik tanpa mengharuskanku keluar rumah. Aku dapatkan kembali perhatian mamaku. Penelitian mama tentang kegiatanku pun dihentikan.
>>>>>>
“Ciee kakak .. pake sayang-sayang. Cowok baru ya ? Bilangin ke mama ahh ..”
“Eh .. eh .. eh .. Adey !”
Aku langsung berlari ke dapur mencari mama
“Mama … Kakak panggil cowoknya pake sayang-sayang”
“Gak ada kok, Ma. Adey bohong” sela kakakku
“Weee .. Lihat tu ,Ma . Sms di handphone kakak”
“Ah .. kakakmu kan udah dewasa. Wajar aja. Lagian kamu, kayak gak pernah panggil pake sayang-sayang aja”
“Ih mama. Mana pernah Adey panggil cowok pake sayang-sayang”
“Itu dulu. Si Dicky itu. Cinta monyet kamu. Mama liat di handphone kamu kok”
“Ah, mana ada ma. Adey panggilnya pake nama aja kok. Lagian ngapain juga mama liat-liat handphone Adey ?”
“Ya nyari nomor handphone si Dicky itu. Kalo kamu gak pake sayang-sayang, mana mungkin mama bisa dapat”
“Nomor handphone Dicky ? Buat apa ?”
“Buat ngancem dia biar gak deketin kamu lagi. Mama bilang supaya dia putus sama kamu”
DEGGG …
“Mama … Maksud mama …”
“Iya. Mama yang nyuruh dia putusin kamu”
“Uugh .. Mama jahatt … !!”
Aku segera berlari ke kamar. Sambil mengusap air mata yang mulai mengalir. Aku menangis, menjerit. Sama seperti saat aku baru saja kehilangannya. Aku terkejut dengan apa yang mama bilang. Tapi lebih dari itu, aku merasakan kepedihan yang luar biasa. Kali ini lebih pedih. Dalam waktu beberapa detik aku langsung memahami semuanya. Semua perkataan mama. Selama 7 tahun ini, yang ku anggap sebagai pengkhianatan ternyata salah. Aku salah paham. Mengira dia yang telah dengan teganya menyakiti hatiku. Tanpa ku tahu bahwa dial ah yang tersakiti. Tertekan oleh keadaan.
Aku menyesal. Menyesal telah menggunakan banyak cara untuk melampiaskan rasa sakit hatiku. Melakukan banyak hal yang sebenarnya sudah terlalu menyimpang. Menghancurkan jiwa orang lain. Merusak mental mereka. Padahal aku disini justru puas dengan keadaan mereka. Aku menyesal. Sangat menyesal.
“Aku harus melakukan sesuatu”
Tanpa pikir panjang. Kuambil jaket dan tas ku. Bergegas meninggalkan rumah. Aku yang menjerumuskan mereka. Aku yang merusak mereka. Aku juga yang harus memperbaiki merka. Aku akan memperbaiki semuanya. Mulai dari …
“Permisi ..” kuketok pintu rumah seseorang yang telah lama tak ku temui
Tak lama pintu pun terbuka. Dia yang membukanya.
“Adey ..” panggilnya sedikit terkejut
“Aku .. Aku mau minta maaf. Maafin aku, Dic. Maafin aku. Mamaku yang ..”
Air mataku menetes kembali. Dia mengusapnya. Dia Menenangkanku.
“Jangan nangis, Dey. Bukan salah kamu. Aku yang salah tiba-tiba ..”
“Gak. Aku yang salah. Aku yang gak tau apa-apa. Maafin aku, Dic. Maafin aku.”
“Kalo kamu nangis, aku gak mau maafin kamu. Senyum dong.” paksanya
“Makasih ..” aku pun tersenyum menatapnya penuh kerinduan. Namun segera memudar teringat masih ada satu hal besar yang masih harus kulakukan.
“Dicky, boleh aku minta tolong ? Aku …”
Kuceritakan semua padanya. Dari awal. Tanpa ada sedikitpun ku sembunyikan. Dia mengangguk-angguk. Mengerti maksudku.
“Aku akan bantu kamu ..” ucapnya mantap
Segera setelah itu aku memulai perbaikan. Semuanya. Meminta maaf pada orang-orang yang telah kupermainkan hatinya. Menolong mereka yang ku jerumuskan dalam kubangan obat-obat terlarang. Merehabilitasi mereka. Menghentikan kegiatan seks bebas yang telah merusak jiwa, mental, dan akhlak mereka. Merubah semuanya. Memperbaiki kesalahan-kesalahanku. Butuh waktu memang. Tapi akan kuperbaiki semuanya menjadi lebih baik.
“Maafkan aku teman”
“Kami memaafkanmu,Dey.”
>>>>>>
“Adey ! Maafin mama ya”
“Maaf buat apa, ma ?”
“Soal ..”
“Dicky ??”
“Gak apa-apa kok, Ma”
Ting Tong.
“Ah !! udah datang”
Bel rumahku berbunyi. Bergegas kupergi membukakan pintu. Mama mengikutiku heran. Penasaran dengan tamu yang membuatku riang tak seperrti biasanya. Dan kubuka pintu rumahku Untuk seseorang yang ..
“Hai, Dey !! Umm … Siang tante ..”
Senyum lebar mengembang di pipi kami.
By Dieanz A. Chitaqqi