AKU DAN KEBIJAKAN
Oleh: FARIES QUDSY
Di tengah kesunyian malam, sang kebijaksanaan mendatangi kamarku. Ia memandangku laksana seorang Ibu yang sedang memperhatikan anak tercintanya, lalu menyeka air mata yang menetes dipipiku dan berkata;
“Aku mendengar jeritan tangis jiwamu aku datang untuk menyenangkanmu. Maka bukalah pintu hatimu, niscaya aku akan mengisinya dengan cahaya menempuh kegelapan. Memohonlah....., maka akan kutunjukkan jalan menuju kebenaran”.
Aku terpanggil dengan perkataannya dan aku bertanya:
“Wahai kebijaksanaan, siapakah diriku ini dan bagaimana aku dapat sampai di tempat mengerikan ini?
“Harapan besar, tumpukan buku-buku yang menggunung, dan sosok siapakah yang kujumpai ditempat ini?
“Fikiran apakah yang datang dan pergi menggangguku laksana sekumpulan merpati liar?
“Kata-kata apakah yang ku susun dengan seluruh hasrat dan kutulis dengan segenap kegembiraan ini?
“Keputusan menyedihkan dan menggembirakan apakah yang dapat kutemukan di tempat ini yang mampu melingkupi jiwaku dan menutup hatiku?
“Mata siapakah yang selalu menatapku dan menembus jiwaku yang paling tersembunyi, namun tak memperdulikan kesedihanku?
“Suara apakah ini yang membawa kedukaan di hari-hariku dan menyanyikan pujian-pujian masa kecilku?
“Siapakah gadis itu yang mempermainkan hasrat hatiku, menghina perasaanku? Siapakah gadis itu yang selalu melupakan kebaikan yang telah lalu, terpuaskan dirinya dengan hari yang sama sekali tak berarti bagiku, dan mempersiapkan dirinya untuk manghadapi hari esok yang datang perlahan?
“Dunia apakah ini yang mampu menggerakkan aku ke suatu tempat yang sama sekali tak kukenal?
“Bumi apakah ini yang selalu membuka lebar-lebar mulutnya dan ingin menelan tubuh ini dan menjadi tempat berlindung bagi ketamakan?
“Siapakah manusia itu, yang terpuaskan dengan pertolongan yang dberikan kekayaan dan selalu mengharapkan bibirnya tersentuh oleh ciuman kehidupan, sementara kematian menghantam wajahnya?
“Siapakah manusia itu yang senang membeli masa-masa kesenangan dan membayarnya menggunakan penyesalan dan menawarkan dirinya kepada kantuk, sementara mimpi memanggil-manggil dirinya? Siapakah manusia itu yang berenang di antara gelombang ketidakpedulian menuju ke teluk kegelapan?
“Wahai kebijaksanaan, katakan padaku apakah arti semua itu?”
Dan kebijaksanaan mulai membuka bibirnya, dan berkata;
“Engkau manusia.... akan mampu melihat dunia ini dengan penglihatan yang diberikan tuhan, dan akan meraih rahasia yang disembunyikan-Nya melalui fikiran yang engkau miliki..”
Pergilah engkau ke taman bunga yang luas, dan bagaimana kumbang-kumbang terbang mengitari bunga-bunga, dan lihatlah elang yang menukik mangsanya
Jadilah engkau orang yang gembira melihat perapian, dan Semua yang engkau lihat itu masih tetap menjadi milikmu.
“Buku-buku yang menumpuk, sosok aneh dan harapan-harapan besar disekitarmu itu adalah bayangan jiwa yang telah ada sebelum keberadaanmu. Kata-kata yang terucap oleh bibirmu adalah mata rantai yang menghubungkan engkau dengan kekasihmu; sedangkan akhir kesimpulan yang menyedihkan dan menggembirakan adalah benih-benih yang disemaikan ke ladang jiwamu oleh masa lalu untuk dipanen oleh masa depanmu.
“Wanita yang telah menjadi dambaanmu, dialah yang akan membukakan pintu gerbang hatimu, mengizinkan cahaya untuk memasukinya. Bumi yang membuka lebar-lebar mulutnya untuk menelan manusia dan karya yang dibuatnya adalah penebus jiwamu yang terkekang dan membebaskan kembali ke ragamu.
“Dunia yang bergerak ke manapun engkau pergi bersamamu adalah hatimu, yang tak lain adalah dunia sendiri. Sedangkan gadis yang kau anggap telah lenyap dari kehidupanmu, ternyata Tuhan masih mendatangkan kepadamu gadis itu, untuk mencari kegembiraan dalam hidup melewati sisi kedukaan dan mendapatkan kebahagiaan dari ketidak pedulian.
Sang kebijaksanaan menaruh tangannya di atas dahiku yang terbakar oleh pikiranku, lalu kembali berkata; “teruskan, janganlah engkau berhenti. Melangkahlah kedepan, karena engkau akan menemukan kesempurnaan. Teruskan, jangan takut dengan duri tajam atau batu-batu runcing yang bertebaran di jalan kehidupan.
Lalu pemuda itu berkata; “aku adalah aku, tuhan maha adil dan bijaksana, meskipun apa yang terjadi padaku, aku akan tetap bersamamu. Hanya dengan cara ini “Aku Mencintai Kamu”.